Penulis Yasir Hasbi, Mantan Ketua Umum HMI Cabang Jambi

Sejarah didirikannya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) 77 tahun yang lalu tidak bisa lepas dari kondisi bangsa dan negara Indonesia.

HMI hadir melewati pergolakan pemikiran dari seorang Lafran Pane, dan terus ada dalam setiap pergolakan bangsa dan negara.

HMI lahir bukan karena kekuasaan dan untuk penguasa. Bukan pula untuk kepentingan pendiri dan kader-kadernya.

HMI sebagai organisasi keumatan dan kebangsaan memiliki tugas perkaderan dan perjuangan dalam upaya menjawab tantangan zaman.

Jepang mendeklarasikan Society 5.0 21 Januari 2019 sebagai resolusi masifnya revolusi industri 4.0. Kehadiran Society 5.0 menjadi penyempurna dari konsep-konsep Society 4.0 yang menyebabkan penyebaran yang kompleks dan ambigu.

Kondisi perkembangan dunia sudah begitu pesat, namun HMI masih berkutat terkait masalah internal, hiruk pikuk politik, sibuk dengan narasi dan romantisme sejarah HMI masa lalu.

Kader HMI harus bisa bertransformasi yang tidak hanya menjadi pengikut semata terhadap perkembangan teknologi didepan mata, melainkan juga bisa menjadi inovator kemajuan.

Lihat saja akibat kecanggihan tekhnologi maupun produk-produk globalisasi yang dihasilkan mampu memberikan pergeseran pola pikir dan karakter mahasiswa. Tak heran, apabila budaya-budaya ataupun tradisi-tradisi yang menjadi historis HMI menjadi kabur regenerasi kader HMI hari ini.

Tantangan ini menjadi tugas besar HMI, sebagai organisasi mahasiswa Islam yang mengaku paling dewasa dalam dinamika kebangsaan. Jika generasi kini tidak lagi kritis melihat produk zaman, maka akan sangat mudah terjerumus dalam godaan keburukan, yang dikemas dalam canggihnya teknologi informasi.

Di era ini, proses pendidikan juga berjalan dengan cepat. Alhasil, manusia-manusia yang keluar dari praktik pendidikan formal, hanya menjadi manusia-manusia yang bermental kerupuk, tak tahan gempuran zaman, dan gampang menyerah. Sehingga sekali lagi, memilih jalur instan.

Jika dulu kapitalisme banyak berselingkuh dengan feodalisme dan imperialisme, kini kapitalisme bergerak dalam laju perputaran zaman. Kapitalisme mendorong terciptanya banyak produk, di tengah produsen yang sedikit. Misalnya, banyaknya sarjana di tengah sempitnya tenaga kerja.

HMI yang terus berusaha eksis, dalam setiap periodenya, bukan hanya fokus pada kuantitas kader, namun kritik konstruktif hingga destruktif juga terus bergulir sebagai upaya mendewasakan Himpunan, sekaligus mempertegas cita-cita HMI membina Insan Ulul Albab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *